Friday, November 8, 2013

Seorang fasilitator pelatihan harus memahami mengenai perbedaan cara belajar anak-anak dan orang dewasa, sehingga mampu memperlakukan peserta secara tepat, sebagai berikut :

Cara anak belajar
  • Anak punya rasa ingin tahu yang besar hampir pada semua hal. Dengan demikian cukup mudah untuk mengajak seorang anak mempelajari hal baru.
  • Proses belajar pada anak sangat tergantung pada orang lain yang lebih berpengalaman (guru/pembimbing). Mereka memerlukan jawaban dari orang lain atas berbagai pertanyaan di pikirannya.

Cara orang dewasa belajar
  • Rasa ingin tahu pada orang dewasa terbatas pada apa yang tengah menjadi kebutuhan atau keinginannya.
         Tantangan bagi fasilitator untuk menghidupkan suatu topik agar “dirasa penting” dan “dibutuhkan”
         Mampu menumbuhkan pikiran bahwa suatu sesi bermanfaat bagi peserta.
  • Orang dewasa mengalami suatu “hambatan belajar”, ditandai dengan: rasa enggan, malu terlihat bodoh atau tidak mengerti, rasa takut gagal dan tidak percaya diri.
          Tantangan bagi fasilitator dalam mendesain dan menumbuhkan iklim pembelajaran yang sifatnya tidak “berisiko sosial” seperti malu, dan lain-lain.
          Fasilitator perlu bersikap mendukung, mendorong, tidak mencela, dan menerima apa adanya.
  • Orang dewasa lebih senang diperlakukan secara setara, karena mereka juga sudah memiliki pengalaman, pendapat, pandangan, kemauan, kesadaran, tanggung jawab dan tujuan.
          Tantangan pada fasilitator untuk mampu membawakan pelatihan dengan cara membangkitkan minat melalui cara bertanya, teknik menggali jawaban dan membuka ruang diskusi/berpendapat.
  • Kemampuan berpikir abstraktif pada orang dewasa membuat mereka lebih senang belajar dari pengalamannya.
         Tantangan bagi fasilitator dalam mengembangkan metode yang sifatnya experiencial learning, yakni aktivitas “pengalaman berstruktur” seperti; game, diskusi, brainstorming, role playing, dll.
Categories:

0 comments:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!