Upah minimum provinsi selalu menjadi pembicaraan hangat hampir setiap penghujung tahun manakala akan ada perubahan besaran nilai UMP. Penetapan nilai UMP ini tentusaja memiliki dua sisi yang bereda dan ibarat dua sisi mata uang yang tidak akan pernah bersatu, di satu sisi pihak karyawan yang tentunya mengharapkan besaran kenaikan upah yang signifikan dengan harapan akan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dan bisa hidup layak, dan sisi lain pihak pemberi lapangan kerja yang tentunya mengharapkan perubahan nilai UMP tidak signifikan tentunya dengan berbagai alasan, yang diantaranya mungkin untuk tetap dapat mempertahankan jalannya perusahaan dan mempertahankan nilai pengembalian investasi dari para investor atau pemilik modal.
Ada istilah kalau perusahaan sudah meraup untung kenapa harus menekan upah karyawan yang menjadi motor untuk menghasilkan keuntungan tersebut. Istilah ini bisa saja benar adanya, manakala perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang telah mapan dan memiliki tingkat pengembalian investasi yang besar. Namun berdasarkan pengamatan saya, sangat banyak perusahaan-perusahaan yang belum memiliki kemampuan membayar upah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Bahkan untuk bisa menutup biaya operasionalpun masih kembang kempis, apalagi kalau harus ada peningkatan upah yang cukup signifikan, karena biasanya upah pegawai merupakan salah satu komponen biaya yang cukup besar dalam perusahaan.
Hal ini juga tentunya dialami oleh para wiraswataan baru yang tentunya baru melakukan penetrasi pasar, sehingga mereka belum memiliki pasar yang stabil dan tetap, bahkan mereka masih harus melakukan kerja keras agar dapat memperoleh omzet yang dapat menutupi biaya operasionalnya. Dengan tingkat kemampuan modal yang terbatas, tentunya mereka tidak akan sanggup untuk terus menopang dan menutup kekurangan biaya operasinal dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dalam jangka panjang.
Dengan tingkat upah minimum yang tinggi tentu saja hal ini dapat menjadi salah satu penghambat lahirnya para wirausahawan baru. Ketidakmampuan memenuhi ketentuan upah minimum ini pada akhirnya memaksa manajemen untuk memberikan dan mempertahankan upah yang kurang dari setandar, hal ini terpaksa dilakukan guna mempertahankan keberlangsungan usaha yang dijalankan.
Masalah UMP dihadapi juga oleh para pengelola yang diberikan kepercayaan oleh para investor atau pemilik perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang kemampuannya masih kurang atau perusahaan yang baru berdiri. Sebagai seorang karyawan tentunya ia juga mengharapkan ada peningkatan upah termasuk buat dirinya, namun tuntutan untuk bisa menjaga petumbuhan perusahaan harus ia perhatikan agar dirinya juga tetap bisa bekerja. Namun terkadang tuntutan dari rekan-rekan karyawan lainnya untuk mendorong penetapan upah sesuai standar sulit ia tampikan juga. Dengan demikian masalah UMP ini akhirnya dapat menjadi sebuah dilema yang solusi jalan keluarnya tidak bisa diperoleh dengan mudah.
0 comments:
Post a Comment