Wednesday, December 4, 2013

Struktur Modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri. Apabila struktur finansiil tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Dengan demikian maka struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur finansiil. 

Dalam hubungannya dengan struktur finansiil dan struktur kekayaan, kita mengenal adanya pedoman atau aturan struktur finansiil yang konservatif, baik yang vertikal maupun yang horizontal. Aturan struktur finansiil konservatif yang vertikal memberikan batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal asing dengan modal sendiri. 

Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu pertama-tama harus dibangun atas dasar modal sendiri, yaitu modal yang tahan risiko, maka aturan finansiil tersebut menetapkan bahwa besarnya modal asing dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi besarnya modal sendiri. Koefisien hutang yaitu angka perbandingan antara jumlah modal asing dengan modal sendiri tidak boleh melebihi 1:1. Setiap perluasan basis modal sendiri akan memperbesar kemampuan perusahaan dalam menanggung risiko usaha perusahaan yang akan dibelanjainya. Pandangan ini adalah terutama didasarkan pada prinsip keamanan, dimana hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap kreditur maupun terhadap perusahaan sendiri. 

Adapun aturan struktur finansiil konservatif yang horizontal memberikan batas imbangan antara besarnya modal sendiri di satu pihak dengan besarnya aktiva tetap plus persediaan besi di lain pihak. Aturan tersebut menyatakan bahwa keseluruhan ”aktiva tetap” dan ”persediaan besi” harus sepenuhnya ditutup atau dibelanjai dengan modal sendiri, yaitu modal yang tetap tertanam di dalam perusahaan. 

Dengan kata lain bahwa besarnya modal sendiri tidak boleh kurang atau lebih kecil daripada jumlah aktiva tetap plus persediaan besi. Dengan demikian, maka keadaan yang dianggap normal oleh aturan tersebut ialah keadaan dimana besarnya modal sendiri sama besarnya dengan jumlah aktiva tetap plus persediaan besi. Apabila jumlah modal sendiri lebih kecil atau kurang daripada besarnya aktiva tetap plus persediaan besi, berarti bahwa aktiva tetap tersebut ”kurang tertutup” oleh modal sendiri, sehingga besarnya modal sendiri tidak cukup untuk menjamin atau menutup aktiva tetap tersebut. 

Aktiva tetap dan persediaan besi adalah merupakan asset yang akan tetap terikat di dalam perusahaan untuk jangka waktu yang lama sehingga untuk membelanjai asset tersebut diperlukan modal yang akan tetap tertanam di dalam perusahaan, yaitu dalam bentuknya modal sendiri. Apabila besarnya modal sendiri lebih kecil daripada  aktiva tetap plus persediaan besi, berarti bahwa sebagian dari aktiva tersebut dibelanjai dengan modal asing. (Bambang Riyanto, 1982:13).

Berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan tentang struktur modal adalah :
  1. Kelangsungan hidup jangka panjang; manajer perusahaan besar, khususnya yang menyediakan produk dan jasa yang penting, memiliki tanggungjawab untuk menyediakan jasa yang berkesinambungan. Oleh karena itu perusahaan harus menghindari tingkat penggunaan hutang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan.
  2. Konservatisme manajemen; manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang yang ”konservatif” (sedikit hutang) daripada berusaha memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak hutang.
  3. Pengawasan; pengawasan hutang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan dari pihak kreditor. Pengawasan ini dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat keputusan perusahaan.
  4. Struktur aktiva; perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar.
  5. Risiko bisnis; perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar (karena kreditor akan meminta biaya hutang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas biaya, dan lain-lain.
  6. Tingkat pertumbuhan; faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. 
  7. Pajak; biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semaikn besar keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan hutang.
  8. Cadangan kapasitas peminjaman; penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya modal akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan hutang yang masih meberikan kemungkinan menambah hutang di masa mendatang dengan biaya relatif rendah.
  9. Profitabilitas; pada umumnya perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi menggunakan hutang relatif kecil. Tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan mereka untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba ditahan. (Lukas Setia Atmaja, 1999: 273)
Beberapa faktor penting untuk menentukan struktur modal yang optimal adalah :
  1. Tingkat penjualan; perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat menggunakan utang lebih besar daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil. Seperti halnya beberapa perusahaan jasa, secara historis penjualannya relatif lebih stabil, sehingga dapat menggunakan leverage yang lebih besar daripada perusahaan manufaktur. 
  2. Struktur asset; perusahaan dengan struktur asset yang lebih fleksibel cenderung menggunakan leverage lebih besar daripada perusahaan yang struktur assetnya tidak fleksibel.
  3. Tingkat pertumbuhan perusahaan; apabila faktor lain sama maka perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi cenderung akan menggunakan sumber dana dari luar.
  4. Profitabilitas dan pajak; perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan menggunakan utang yang lebih kecil karena perusahaan mampu menyediakan dana yang cukup melalui laba ditahan. Selain itu karena pembayaran bunga merupakan pengurang pajak, maka semakin tinggi tingkat pajak perusahaan semakin besar leverage perusahaan.
  5. Attitude manajemen; karena tak seorangpun dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan mengakibatkan harga saham lebih tinggi dari struktur modal yang lain, maka manajemen dapat menentukan sesuai dengan penilaian mereka sendiri tentang struktur modal yang tepat. Beberapa manajemen cenderung menggunakan utang yang lebih besar sementara manajemen lain sebaliknya.
  6. Kondisi intern perusahaan; perusahaan suatu saat perlu menanti saat yang tepat untuk mengeluarkan saham atau obligasi tergantung atas kondisi intern. Sebagai contoh perusahaan berhasil dalam penelitian dan pengembangan produk baru dan diperkirakan akan mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Tetapi karena investor belum dapat mengantisipasi keuntungan yang akan diperoleh, maka keberhasilan pengembangan produk baru ini belum tercermin dalam harga saham. Oleh karena itu perusahaan lebih baik menggunakan utang untuk membiayai produk baru tersebut dan menunggu hingga keuntungan atas produk baru tersebut cukup material tercermin pada harga saham yang lebih tinggi. Selain itu perusahaan dapat mengeluarkan saham dan sebagian dari penjualan saham tersebut dapat dipergunakan untuk membayar kembali utang perusahaan. (Agus Sartono, 1994: 326)

Berdasarkan ke dua pendapat di atas mengenai faktor-faktor yang yang harus dipertimbangkan dalam menentukan struktur modal, beberapa faktor terkait langsung dengan posisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam neraca, yaitu struktur aset, beberapa faktor lain tercermin dari prestasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam laporan rugi laba atau laporan sisa hasil usaha untuk perusahaan koperasi, seperti faktor tingkat penjualan, tingkat pertumbuhan perusahaan, dan profitabilitas.  

Sedangkan beberapa faktor lainnya seperti attitude manajemen, kondisi intern perusahaan, konservatisme manajemen dan pengawasan sangat berkaitan dengan budaya organisasi dan seni atau keahlian seseorang dalam menerapkan manajemen perusahaan yang pada akhirnya diwujudkan dalam pengambilan serangkaian tindakan atua kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan.

0 comments:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!